Kabupaten Kuningan memiliki agroklimat
yang sangat cocok untuk mengembangkan budidaya bambu. Luas hutan bambu sekitar
1.392 Ha yang tersebar di 376 desa/kelurahan. Jenis bambu yang tumbuh di
Kabupaten Kuningan didominasi oleh jenis
bambu tali, bambu temen, bambu betung dan bambu gombong.
Namun demikian, pemanfaatan
bambu belum dioptimalkan. Masyarakat memanfaatkan bambu baru sebatas pada
pembuatan pagar, bilik, tiang penyangga, maupun bahan bangunan. Belum ada
inpestor yang mau menanamkan modalnya untuk membangun industri yang secara
khusus mengolah bahan baku yang bersumber dari bambu seperti purnitur, alat musik, sumpit atau makanan kaleng dari
rebung bambu.
Hal ini membuat petani
enggan membudidayakan bambu. Bahkan lebih tragis lagi, hutan bambu banyak yang
dimusnahkan dan diganti dengan jenis tanaman lain. Bambu dianggap sebagai tanaman
yang kurang memberikan nilai keuntungan serta tidak memberikan nilai estetika
pada lahan miliknya.
Dalam pengembangan
pembudidayaan bambu, kegiatan produksi dan pemanfaatan sangat erat kaitanya. Budi
daya bambu akan berkembang, jika harga jualnya dinilai menguntungkan. Harga
jual akan tinggi, jika diolah dengan memperhatikan kualitas serta selera
konsumen. Kualitas barang akan tinggi jika bahan baku dipilih dari jenis bambu
yang tepat dan umur penen yang memadai serta diproses oleh tenaga-tenaga terampil
dan profesional.
Dalam hal ini, Pemerintah
Kabupaten Kuningan perlu mengeluarkan regulasi yang mendorong terhadap tumbuh
kembang industri pengolahan bambu. Sehingga petani di pedesaan akan bergairah
dalam mengembangkan hutan bambu. Hal ini sekaligus akan meningkatkan nilai
hutan, karena selama ini nilai ekonomi hutan di Kabupaten Kuningan baru diukur
dari hasil hutan berupa kayu saja.