CARA PENGENDALIAN
HAMA UTER-UTER (Xystrocera festiva pasc)
PADA TANAMAN SENGON
(ditulis ulang oleh
Adhari, SST)
A.
Latar
Belakang
Masalah
yang paling umum dalam budidaya tanaman sengon adalah adanya serangan hama
penggerek batang Xystrocera festiva pasc atau
lebih dikenal dengan nama uter-uter. Akibat dari serangan hama tersebut ialah
timbulnya cacat pada kayu sehingga menurunkan kwalitas dan kwantitas kayu.
Uter-uter menyerang
tanaman sengon sejak berumur tiga tahun dengan diameter batang 10-12 cm dan
tinggi pohon 16 m (Notoatmojo, 1963.)
B.
Biologi
Xystrocera festiva pasc
- Telur
Telur
berbentuk lonjong, berukuran 2 x 1 mm. Mula-mula berwarna hujau-kekuningan dan
setelah tua warnanya berubah menjadi kuning.
Telur
diletakan mengelompok satu sama lain oleh perekat yang tidak berwarna.
Kelompok-kelompok telur ini biasanya terdapat pada bekas patahan cabang atau
retakan-retakan kulit bekas serangga (Natawiria, 1973)
- Larva
Larva
yang baru menetas berbentuk silindris berwarna putih kotor kekuning-kuningan
dengan panjang mencapai 5,5 mm. Larva yang baru menetas secara berkelompk
menggerek kulit batang akhirnya mencapai bagian kayu.
Serangan
awal ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada kulit batang dari putih
keabuan menjadi merah kecoklatan.
Pupa
Warnanya
putih kekuning-kuningan dengan ukuran 30 x 10 mm.
- Kumbang
Kumbang
Xystrocera festiva pasc pada waktu
senja. Di laboratorium Entimmologi Puslitbang Bogor, kumbang keluar mulai pukul
18.00 wib.
Kumbang
berwarna coklat kekuning-kuningan agak mengkilap, di bagian pinggir dari elytra
dan sekeliling pronotum terdapat garis lebar yang warnanya hijau kebiruan dan
mengkilap.
Waktu
bertelur hanya terjadi satu kali selama hidupnya. Umur kumbang betina rata-rata
2-5 hari dan jantan 1 hari. Sementara siklus Xystrocera festiva pasc lebih kurang 6 bulan.
Kumbang
Xystrocera festiva pasc tidak dapat
terbang jauh, satu kali terbang hanya mencapai jarak 3-4m dengan ketinggian
0,5-1m. Penyebaran ke tempat lain dibantu oleh tiupan angin.
C. Gejala Serangan
Gejala
serangan awal ditandai dengan terjadinya
perubahan warna pada kulit batang dari putih keabuan menjadi merah
kecoklatan. Perubahan warna terjadi karena kulit batang yang luka akibat
gerekan larva dan serbuk gereka menempel pada kulit batang.
Setelah menggerek kulit batang, terus
eluas ke bagian kayu. Gerekan larva pada batang melebar secara tidak teratur
dan menuju ke arah bawah. Serangan pada kayu gubal kadang-kadang sampai
menggelang sekeliling batang. Pada tingkat serangan ini, tajuk pohon akan
mengunng dan selanjutnya daun gugur sehingga pohon mati.
Setelah larva menjadi dewasa, kembali
membuat lubang gerek ke atas. Lubang gerek berbentuk lonjong dengan panjang
lubang gerek berkisar antara 6-8cm dengan garis tengah 15-20cm. Pada ujung
lubang gerek terdapat dua ruangan. Ruang sebelah luar berisi kotoran sisa
makanan dan ruang yang lain adalah ruang pupa.
D. Daerah Penyebaran
Kumbang
Xystrocera festiva pasc mempunyai
daerah penyebaran di Kalimantan dan Jawa.
E. Cara Pengendalian
a. Pengendalian
secara mekanis.
Franssen
(1931) menganjurkan pengendalian hama uter-uter secara mekanis dengan sistem “tebang-sakit” dan cara pengeletekan
kulit batang pada tanaman yang terserang. Cara tersebut sebagai berikut :
- Menebang
semua pohon yang terserang sambil membasmi hama yang terdapat pada pohon
tersebut.
- Bagi
serangan awal dimana larva masih berada dibawah kulit kayu, dapat dilakukan
dengan pengeletekan kulit batang dan membasmi semua larvanya.
-
Melakukan pemeriksaan secara rutin dan
intensif dalam jangka waktu tertentu disesuaian dengan keadaan untuk menjaga
kemungkinan adanya infeksi baru.
b.
Pengendalian secara kimia
Pengendalian hama secara kimiawi pada tanaman hutan,
selain biayanya mahal juga secara teknis sulit dilaksanakan.
Pengendalian
ini hanaya dapat dilaksanakan untuk tegakan yang relatif rapat dan umur tanaman
masih muda.
Sidabutar
et al (1973) pernah mengendaliakan hama uter-uter dengan menggunakan
insektisida Dimecron 100 (bahan aktif Enolfosfat). Insektisida ini bersifat
sistemik. Apabilla digunakan pada bagian tanaman tertentu akan diserap dan
disebarkan ke bagian tanaman yang lain ke bagian atas dari bagian yang mendapat
perlakuan.
Hasil
percobaan tersebut menunjukan bahwa penggunaan insektisida Dimecron 100 dengan
konsentrasi 0,5% dengan menyemprotkan pada kulit pohon, setelah tujuh hari
dapat membunuh semua larva yang berumur dua bulan. Sedangkan larva dewasa tidak
mati.
c.
Pengendalian secara biologis
Pengendalian
dengan cara biologis yaitu pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dari
hama tersebut yang tersedia di lapangan.
Terdapat
dua jenis parasit yang ditemukan meyerang hama uter-uter, yaitu parasit telur
dari famili Encyrtidae dan farasit
larva dari famili Barconidae.
Sedangkan predator yang ditemukan
menyerang larva uter-uter adalah semut merah (Phaedologeton Sp) dan beberapa jennis burung pemakan serangga.
d.
Pengendalian secara teknik silvikultur
Pengendalian
secara teknik silvikultur pada hakekatnya adalah suatu usaha untuk menjaga
kesehatan pohon dari gangguan hama dan penyakit.
Kemungkinan
usaha yang dapat dilakukan adalah membuat tanaman campuran Sengon dengan Mimba (Azadiractha Indica) dari famili Meliaceae.
Menurut
Ahmed dan Graine (1985), senyawa tripenoid azadirachtin, salinan dari
meliantriol yang terdapat pada kulit akar,kulit batang, daun dan buah mimba
dapat digunakan untuk mengendalikan lebih dari seratus jenis serangga hama,
rayap dan nematoda.
F.
Penutup
Serangan hama uter-uter pada tanaman
sengon merupakan fenomena alam yang dapat diduga sebelumnya. Serangan ini
selain karena diakibatkan oleh faktor ekologis, yang lebih penting adalah
karena tidak ada tindakan untuk memperkecil serangan tersebut, antara lain
melalui pemeriksaan secara teratur dan intensif terutama setelah sengon berumur
tiga tahun.