Jumat, 13 Februari 2015

MEMBANGKITKAN CITRA TANAMAN BAMBU DI KABUPATEN KUNINGAN Oleh : Adhari, SST



Kabupaten Kuningan memiliki agroklimat yang sangat cocok untuk mengembangkan budidaya bambu. Luas hutan bambu sekitar 1.392 Ha yang tersebar di 376 desa/kelurahan. Jenis bambu yang tumbuh di Kabupaten Kuningan didominasi oleh jenis  bambu tali, bambu temen, bambu betung dan bambu gombong.
Namun demikian, pemanfaatan bambu belum dioptimalkan. Masyarakat memanfaatkan bambu baru sebatas pada pembuatan pagar, bilik, tiang penyangga, maupun bahan bangunan. Belum ada inpestor yang mau menanamkan modalnya untuk membangun industri yang secara khusus mengolah bahan baku yang bersumber dari bambu seperti purnitur,  alat musik, sumpit atau makanan kaleng dari rebung bambu.
Hal ini membuat petani enggan membudidayakan bambu. Bahkan lebih tragis lagi, hutan bambu banyak yang dimusnahkan dan diganti dengan jenis tanaman lain. Bambu dianggap sebagai tanaman yang kurang memberikan nilai keuntungan serta tidak memberikan nilai estetika pada lahan miliknya.
Dalam pengembangan pembudidayaan bambu, kegiatan produksi dan pemanfaatan sangat erat kaitanya. Budi daya bambu akan berkembang, jika harga jualnya dinilai menguntungkan. Harga jual akan tinggi, jika diolah dengan memperhatikan kualitas serta selera konsumen. Kualitas barang akan tinggi jika bahan baku dipilih dari jenis bambu yang tepat dan umur penen yang memadai serta diproses oleh tenaga-tenaga terampil dan profesional.
Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten Kuningan perlu mengeluarkan regulasi yang mendorong terhadap tumbuh kembang industri pengolahan bambu. Sehingga petani di pedesaan akan bergairah dalam mengembangkan hutan bambu. Hal ini sekaligus akan meningkatkan nilai hutan, karena selama ini nilai ekonomi hutan di Kabupaten Kuningan baru diukur dari hasil hutan berupa kayu saja.

KELOMPOKTANI HUTAN "MEKAR MUKTI" MAKALANGAN DI TINGKAT PROVINSI



Kelompoktani Mekar Mukti Desa Mandapajaya Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan tahun ini masuk dalam nominasi lomba Penghijauan dan konservasi Alam katagori Kelompoktani hutan (KTH) tingkat provinsi.
Kelompoktani Mekar Mukti dibentuk pada tahun 2003 yang beranggotakan 25 orang petani hutan, yang dipimpin oleh Bapak Yanto. Usaha yang dikembangkan adalah pengelolaan hutan rakyat seluas 15 Ha dan pengembangan aneka usaha Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).
Pembentukan kelompoktani mekar mukti berawal dari keprihatinan para petani hutan akan keberadaan hutan yang  semakin terdegaradasi akibat pengelolaan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian. Para petani hutan awalnya lebih suka melakukan penebangan pohon dihutan, tetapi mereka tidak melakukan penanaman kembali.
Pohon-pohon baru yang tumbuh di hutan merupakan pohon yang tumbuh secara alami dari anakan tanpa ada pemeliharaan yang intensip. Hal ini diakibatkan oleh sulitnya mendapatkan pasokan bibit untuk mengganti pohon yang mereka tebang.
Kerusakan hutan yang terjadi memberikan dampak negatif terhadap peningkatan luas lahan kritis, tingginya tingkat erosi, tingginya ancaman bencana tanah longsor, serta terjadinya pluktuasi air di sumber-sumber air  sekitar hutan.
Dengan di dampingi oleh penyuluh kehutanan setempat, para petani hutan melakukan rembuk untuk mengatasi permasalah di atas. Dari beberapa kali rembukan yang dilakukan, menghasilkan beberapa kesepakatan, dinataranya :
·         Kerusakan hutan yang terjadi selama ini harus segera dilakukan upaya pemulihan melalui gerakan penghijauan.
·         Dalam rangka percepatan pemulihan kerusakan hutan, maka harus dilakukan secara bersama-sama melalui wadah kelompoktani.
Dari dua poin di atas, maka pada tahun 2003 sepakat dibentuk kelompoktani yang diberi nama “KTH Mekar Mukti.”
Program awal kelompoktani ini adalah pembuatan persemaian tanaman hutan (sengon) sebagai upaya mengatasi sulitnya mendapatkan bibit siap tanam yang berkualitas. Kegiatan ini mendapat pasilitas benih  sengon dan bimbingan teknis dari penyuluh kehutanan setempat.
Kegiatan selanjutnya adalah penanaman di lahan kritis yang telah direncanakan sebelumnya seluas 15 Ha di Blok Cilaja dengan sistem tumpangsari. Di tahun pertama sampai dengan tahun ke tiga dilakukan tumpang sari dengan tanaman jahe dan kacang tanah. Sedangkan di tahun selanjutnya tumpang sari dilakukan dengan tanaman kapulaga.
Dalam perkembangannya, kelompoktani mekar mukti juga mengembangkan usaha Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), seperti pengembangan tanaman Kakao, pengembangan usaha gula aren dan  budidaya lebah madu.
Dari jerih payah yang dilakukan selama ini, maka petani hutan yang tergabung dalam kelompoktani Mekar Mukti telah berhasil memulihkan kembali lahan kritis menjadi lahan yang produktif yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, perbaikan kondisi hidroorologis juga meminimalkan bahaya erosi dan tanah longsor.
Keberhasilan Kelompoktani Mekar Mukti mendapat apresiasi dari Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kuningan sebagai juara I (satu) lomba Penghijauan dan Konservasi Alam katagori Kelompok Tani Hutan. Sebagai tindak lanjut dari lomba tingkat kabupaten, kini KTH Mekar Mukti tampil di lomba yang sama tingkat provinsi dan masuk sebagai nominator.
Semoga berhasil masuk ke tingkat Nasional.

MULSA VERTIKAL



Pengertian 

Mulsa vertical adalah penggunaan sisa tanaman (mulsa) untuk tindakan konservasi tanah melalui penimbunan sisa tanaman pada parit-parit teras atau parit yang dirancang mengikuti kontur guna mengendalikan laju erosi dan hilangnya unsur hara dari bidang olah.

Tujuan

Pengendalian aliran permukaan, penampungan dan pengendalian alian sedimen di sepanjang teras dan bidang olah, pamanfaatan sisa tanaman secara mudah dan efisien, memperkaya pupuk organik

Sasaran lokasi adalah areal usahatani lahan kering yang tingkat kehilangan unsur haranya sangat tinggi akibat pengangkutan biomasa, pencucian dan erosi.

Pelaksanaan

Ø Buat saluran pembuangan air sepanjang bidang olah atau parit pada lereng diperdalam lagi 0,25m X 0,25m.
Ø  Masukan sisa tanaman pada parit yang dibuat dan ditimbun dengan tanah hasil galian parit saluran teras.







Ø  Sisa tanaman yang telah membusuk (terdekomposisi) pada musim pengolahan tanah berikutnya diangkat dan ditaburkan secara merata pada saluruh bidang olah sebagai pupuk organik.
Ø  Kegiatan ini dapat dikombinasikan dengan penanaman rumput pada tampingan teras