Kamis, 20 Februari 2014

KEBUN KOLEKSI CIARJA KABUPATEN KUNINGAN
DILIHAT DARI PERSPEKTIF KELEMBAGAAN, LINGKUNGAN DAN SOSIAL
Oleh : Adhari, SST


Melihat peran penyuluh kehutanan yang sangat strategis dalam mendukung program tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Kuningan memberikan kepercayaan kepada Penyuluh Kehutanan yang berada dalam naungan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kuningan untuk mengelola lahan seluas 0,9 ha yang terletak di Blok Tegal Patok Kelurahan Ciporang Kabupaten Kuningan utuk dijadikan sebagai area Kebun Koleksi dan Pembibitan.

kegiatan fisik lapangan dimulai dari pengukuran dan pemetaan area, pemasangan ajir, pembuatan lubang tanam, penyediaan pupuk, pengadaan aneka jenis tumbuhan, penanaman, dan pelebelan. Kegiatan-kegiatan tersebut dimulai sejak bulan Desember tahun 2010 dan sampai saat ini sudah dikoleksi sejumlah 110 tumbuhan koleksi.

Dengan dibangunnya kebun koleksi ini diharapkan dapat dijadikan  sebagai wahana peningkatan kapasitas penyuluh kehutanan serta menjadikan lahan tersebut lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara lebih luas. Tidak hanya itu Pemda Kabupaten Kuningan juga memberikan bantuan pendanaan melalui APBD Tahun Anggaran 2011 untuk menyediakan fasilitas kebun koleksi diantaranya untuk pengadaan bibit, dan pembangunan ruang pertemuan,

Manfaat
Manfaat bagi lembaga
Manfaat Kebun Koleksi bagi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan     adalah sebagai area peningkatan kapasitas bagi penyuluh kehutanan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui berbagai kegiatan demplot.

Manfaat bagi lingkungan
Dengan semakin meningkatnya emisi udara akibat penggunaan bahan bakar posil menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara. Hal tersebut diperparah dengan terjadinya degradasi hutan akibat penebangan pohon yang tidak diimbangi dengan penanaman. Tidak dapat dipungkiri, bahwa salah satu fungsi pohon adalah menyerap CO2 dan menghasilkan O2. Karbondioksida bersifat racun bagi manusia sebaliknya O2 sangat dibutuhkan bagi kehidupan untuk pernapasan.

Manfaat sosial
Kebun koleksi ciarja selain sebagai area pembelajaran, juga dapat berfungsi ganda sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat sekitar. Untuk mendukung fungsi tersebut kebun koleksi dilengkapi dengan fasititas jalan trek dan  tempat peristirahatan.

Rabu, 19 Februari 2014



   

CARA PENGENDALIAN HAMA UTER-UTER (Xystrocera festiva pasc)

 PADA TANAMAN SENGON
Oleh Adhari, SST

A.     Latar Belakang
Sengon / Albizia (Paraserianthes falcataria) merupakan salah satu jenis pohon yang cepat tumbuh dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat di pedesaan. Kayunya cukup memiliki nilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk keperluan industri dan bangunan.
Masalah yang paling umum dalam budidaya tanaman sengon adalah adanya serangan hama penggerek batang Xystrocera festiva pasc atau lebih dikenal dengan nama uter-uter. Akibat dari serangan hama tersebut ialah timbulnya cacat pada kayu sehingga menurunkan kwalitas dan kwantitas kayu.
Uter-uter menyerang tanaman sengon sejak berumur tiga tahun dengan diameter batang 10-12 cm dan tinggi pohon 16 m (Notoatmojo, 1963.)
B.    Biologi Xystrocera festiva pasc
-     Telur
Telur berbentuk lonjong, berukuran 2 x 1 mm. Mula-mula berwarna hujau-kekuningan dan setelah tua warnanya berubah menjadi kuning.
Telur diletakan mengelompok satu sama lain oleh perekat yang tidak berwarna. Kelompok-kelompok telur ini biasanya terdapat pada bekas patahan cabang atau retakan-retakan kulit bekas serangga (Natawiria, 1973) 
           -     Larva
Larva yang baru menetas berbentuk silindris berwarna putih kotor kekuning-kuningan dengan panjang mencapai 5,5 mm. Larva yang baru menetas secara berkelompk menggerek kulit batang akhirnya mencapai bagian kayu.
Serangan awal ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada kulit batang dari putih keabuan menjadi merah kecoklatan.
-                       -   Pupa
Warnanya putih kekuning-kuningan dengan ukuran 30 x 10 mm.
-                        - Kumbang     
Kumbang Xystrocera festiva pasc pada waktu senja. Di laboratorium Entimmologi Puslitbang Bogor, kumbang keluar mulai pukul 18.00 wib.
Kumbang berwarna coklat kekuning-kuningan agak mengkilap, di bagian pinggir dari elytra dan sekeliling pronotum terdapat garis lebar yang warnanya hijau kebiruan dan mengkilap.
Waktu bertelur hanya terjadi satu kali selama hidupnya. Umur kumbang betina rata-rata 2-5 hari dan jantan 1 hari. Sementara siklus Xystrocera festiva pasc lebih kurang 6 bulan.
Kumbang Xystrocera festiva pasc tidak dapat terbang jauh, satu kali terbang hanya mencapai jarak 3-4m dengan ketinggian 0,5-1m. Penyebaran ke tempat lain dibantu oleh tiupan angin.
C.    Gejala Serangan
Gejala serangan awal ditandai dengan terjadinya  perubahan warna pada kulit batang dari putih keabuan menjadi merah kecoklatan. Perubahan warna terjadi karena kulit batang yang luka akibat gerekan larva dan serbuk gereka menempel pada kulit batang.
Setelah menggerek kulit batang, terus eluas ke bagian kayu. Gerekan larva pada batang melebar secara tidak teratur dan menuju ke arah bawah. Serangan pada kayu gubal kadang-kadang sampai menggelang sekeliling batang. Pada tingkat serangan ini, tajuk pohon akan mengunng dan selanjutnya daun gugur sehingga pohon mati.
Setelah larva menjadi dewasa, kembali membuat lubang gerek ke atas. Lubang gerek berbentuk lonjong dengan panjang lubang gerek berkisar antara 6-8cm dengan garis tengah 15-20cm. Pada ujung lubang gerek terdapat dua ruangan. Ruang sebelah luar berisi kotoran sisa makanan dan ruang yang lain adalah ruang pupa.
D.    Daerah Penyebaran
Kumbang Xystrocera festiva pasc mempunyai daerah penyebaran di Kalimantan dan Jawa.
E.     Cara Pengendalian
a.      Pengendalian secara mekanis.
Franssen (1931) menganjurkan pengendalian hama uter-uter secara mekanis dengan sistem “tebang-sakit” dan cara pengeletekan kulit batang pada tanaman yang terserang. Cara tersebut sebagai berikut :
-     Menebang semua pohon yang terserang sambil membasmi hama yang terdapat pada pohon tersebut.
-     Bagi serangan awal dimana larva masih berada dibawah kulit kayu, dapat dilakukan dengan pengeletekan kulit batang dan membasmi semua larvanya.
-     Melakukan pemeriksaan secara rutin dan intensif dalam jangka waktu tertentu disesuaian dengan keadaan untuk menjaga kemungkinan adanya infeksi baru.
b.      Pengendalian secara kimia
Pengendalian hama secara kimiawi pada tanaman hutan, selain biayanya mahal juga secara teknis sulit dilaksanakan.
Pengendalian ini hanaya dapat dilaksanakan untuk tegakan yang relatif rapat dan umur tanaman masih muda.
Sidabutar et al (1973) pernah mengendaliakan hama uter-uter dengan menggunakan insektisida Dimecron 100 (bahan aktif Enolfosfat). Insektisida ini bersifat sistemik. Apabilla digunakan pada bagian tanaman tertentu akan diserap dan disebarkan ke bagian tanaman yang lain ke bagian atas dari bagian yang mendapat perlakuan.
Hasil percobaan tersebut menunjukan bahwa penggunaan insektisida Dimecron 100 dengan konsentrasi 0,5% dengan menyemprotkan pada kulit pohon, setelah tujuh hari dapat membunuh semua larva yang berumur dua bulan. Sedangkan larva dewasa tidak mati.
c.      Pengendalian secara biologis
Pengendalian dengan cara biologis yaitu pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dari hama tersebut yang tersedia di lapangan.
Terdapat dua jenis parasit yang ditemukan meyerang hama uter-uter, yaitu parasit telur dari famili Encyrtidae dan farasit larva dari famili Barconidae.
Sedangkan predator yang ditemukan menyerang larva uter-uter adalah semut merah (Phaedologeton Sp) dan beberapa jennis burung pemakan serangga.
d.     Pengendalian secara teknik silvikultur
Pengendalian secara teknik silvikultur pada hakekatnya adalah suatu usaha untuk menjaga kesehatan pohon dari gangguan hama dan penyakit.
Kemungkinan usaha yang dapat dilakukan adalah membuat tanaman campuran Sengon dengan Mimba (Azadiractha Indica)  dari famili Meliaceae.
Menurut Ahmed dan Graine (1985), senyawa tripenoid azadirachtin, salinan dari meliantriol yang terdapat pada kulit akar,kulit batang, daun dan buah mimba dapat digunakan untuk mengendalikan lebih dari seratus jenis serangga hama, rayap dan nematoda.
F.     Penutup
Serangan hama uter-uter pada tanaman sengon merupakan fenomena lam yang dapat diduga sebelumnya. Serangan ini selain karena diakibatkan oleh faktor ekologis, yang lebih penting adalah karena tidak ada tindakan untuk memperkecil serangan tersebut, antara lain melalui pemeriksaan secara teratur dan intensif terutama setelah sengon berumur tiga tahun.

Senin, 17 Februari 2014



PEMELIHARAAN PASCA TANAM 
PADA TANAMAN HUTAN

Kegiatan pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman muda dan pemeliharaan tegakan. Pemeliharaan tanaman muda dilakukan mulai bibit selesai ditanam di lapangan sampai tanaman mencapai kondisi tegakan yaitu keadaan dimana pohon-pohonnya telah saling mempengaruhi satu sama lain, baik tajuk maupun perakarannya (umur 3–5 tahun). Pemeliharaan tegakan dilakukan setelah tegakan terbentuk sampai tegakan siap ditebang.
Pekerjaan pemeliharaan tanaman muda dapat berupa penyulaman, penyiangan, pendangiran dan pembebasan gulma serta tanaman pengganggu lainnya. Kegiatan pemeliharaan tanaman muda juga dapat berupa pemupukan tanaman.
Pekerjaan pemeliharaan tegakan dapat berupa pembebasan tanaman pengganggu, pemangkasan cabang dan pemeliharaan. Pembebasan tanaman pengganggu dilakukan pada jalur tanaman pokok sehingga tanaman pokok mendapat kesempatan tumbuh secara baik. Pemangkasan cabang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas batang melalui peningkatan ukuran panjang batang bebas cabang. Sedangkan kegiatan penjarangan dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan ruang tumbuh yang optimal sehingga pertumbuhan pohon-pohon tertinggal dapat berlangsung secara maksimal.
Kegiatan Pemeliharaan Tanaman Hutan dilakukan guna membuat tegakan hutan yang berpotensi tinggi pada saat masa tebang dan guna menjaga kesuburan tanah serta kelestarian lingkungan. Pemeliharaan hutan bisa berupa pemangkasan tanaman sela, pemangkasan cabang tanaman pokok, penyiangan, penjarangan tanaman pokok, perlindungan hutan dari hama/ penyakit serta pencegahan gangguan penggembalaan, kebakaran dan lain-lain. Untuk memanfaatkan ruang hidup dalam hutan secara optimal, dibuat tabel perhitungan jumlah pohon yang harus ada (tetap hidup) dalam tiap hektar kawasan hutan, pada umur pohon serta dalam tingkat kesuburan tanah tertentu. Jadi secara periodik jumlah pohon terus dikurangi (dilakukan penjarangan) untuk memberi ruang hidup yang lebih baik pohon-pohon tinggal tersebut.
Pemeliharaan tanaman hutan yang diselenggarakan dengan tertib dan baik dapat meningkatkan riap (pertambahan volume kayu) pohon yang tumbuh/tetap tinggal, pengaturan tata ruang lingkungan hidup secara efektif, pengadaan standing stock yang optimal melalui sebaran kelas umur dan kelas diameter pohon. Disamping pemeliharaan tanaman, tugas yang tidak kalah penting agar hutan tetap lestari adalah menjaga gangguan keamanan hutan.
Kegiatan perlindungan hutan mempunyai tujuan untuk melindungi hutan dari gangguan hama dan penyakit serta gangguan lain baik hewan maupun manusia. Kegiatan perlindungan dapat bersifat pencegahan (preventif) ataupun pemberantasan (represif). 
Usaha yang dapat dilakukan dalam penerapan silvikultur yang tepat:
1. Penyuluhan
2. Pembuatan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
3. Pengadaan sarana penanggulangan hama dan penyakit
4. Pembentukan organisasi pengamanan